Selasa, 31 Maret 2015




Adakalanya kita harus menengok sejarah, sejarah para nabi, sahabat dan orang-orang solih yang perna berpijak di bumi ini. bukan sekedar untuk di baca tapi untuk di jadikan renungan dan inspirasi hidup. Karena  sejarahlah kita bisa tahu bagaimana orang-orang hebat itu menjalani hidup. Ada satu Kisah yang menarik  yang tertulis di dalam Kitab Syiar A’lam An-Nubala’. Imam Adz Dzahabi sang penulis menceritakan kisah pertemuan empat pemuda  istimewa. 


Pemuda pertama adalah Abdullah bin Umar, putra Umar bin Khottob. Mereka yang kedua adalah  Abdullah bin Zubair, ‘Urwah bin Zubair, dan Mush’ab bin Zubair, yang Ketiganya adalah putra Zubair bin Awwam yang dilahirkan dari rahim Asma’ binti Abu Bakar-shahabiyah yang disebut Nabi sebagai Dzatun Niqatain-.



Pada suata saat Mereka berkumpul di Hijr Ismail, setengah lingkaran yang ada di Ka’bah. Kemudian mereka berempat duduk bersama. Ini pertemuan yang menarik karena mereka membukanya dengan sebutan tamannaw yang berarti “berharaplah!”. Ya, ini adalah pertemuan untuk berharap. Majelis harapan. Majelis impian. Majelis asa. Majelis cita-cita.

Majelis ini dimulai dengan kalimat  dari Abdullah bin Zubair, “Saya ingin kekhilafahan.”
Masya Allah... Anak muda yang ingin menjadi seorang khalifah. Sejak muda telah berfikir cita-cita dan tanggung jawab yang agung.

Selanjutnya  Urwah bin zubair berkata, “Saya ingin menjadi tempat masyarakat ini mengambil ilmu.”
Suatu Keinginan yang sangat mulia, ingin menjadi seorang ulama, seorang ilmuan besar.

Yang ketiga Mush’ab bin Zubair menyampaikan keinginannya, ”Saya ingin menjadi Amir Iraq dan menikahi Aisyah binti Thalhah dan Sukainah binti Husain.”
Mush’ab bercita-cita dua hal sekaligus: menjadi pemimpin di Iraq dan menikahi wanita sholihah yang sangat cerdas dan cantik di zamannya. Keduanya putri dari sahabat-sahabat Nabi shalallahu alaihi wassalam.

Kemudian yang Terakhir, sebuah cita disampaikan Abdullah bin Umar, “Aku ingin Allah mengampuniku.”
Sebuah harapan  yang sepertinya sederhana, tapi sesungguhnya bermakna sangat dalam dan didamba tiap insan bertaqwa.


******

Detik demi detik berganti. Hari barganti,  Waktu pun berlalu. Hijr Ismail menjadi saksi , bahwa asa dan cita-cita tulus yang mereka katakan ternyata Allah sampaikan pada takdirnya.

Abdullah bin Zubair benar-benar menjadi khalifah selama kurang lebih sembilan tahun. Kemudian ‘Urwah sungguh menjadi ulama besar di Kota Madinah. Banyak sanat haditsdarinya yang diambil dari ‘Aisyah binti Abu Bakar, Ummul Mu’minin yang merupakan bibinya. Lalau Mush’ab pun benar menjadi pemimpin di Iraq dan bisa menikahi dua wanita sholihah yang sangat cerdas dan cantik tesebut.

Masya Allah... kekuatan keinginan, cita, dan asa yang telah Allah ijabah. Allah izinkan harapan-harapan itu terwujud.
Keinginan yang belum bisa kita lihat adalah ketercapaian cita-cita Abdullah bin Umar. Allah yang memiliki segala rahasia. Apakah Allah mengampuni dosa-dosa Abdullah bin Umar seperti yang ia sampaikan di majelis itu? Tapi Imam Adz Dzahabi rahimahullah menuliskan keyakinannya bahwa Allah akan mengampuni dosa-dosa Abdullah bin Umar sebagaimana yang ia inginkan. Aamiin, semoga...

Sahabat, Bagaimana rasanya ketika kisah ini dibaca ? menetaskah air mata antum ? haru kah hati antum ? Bukankah ini  pelajaran mahal  yang bisa kita ambil ?

Sungguh Majelis cita-cita yang mereka bahas di atas bukan sebuah pertemuan yang sangat formal. Mereka “hanya” sedang duduk bersama. Berbicara ringan namun syarat makna. Mereka membincang asa yang berorientasi kemuliaan hidup di akhirat, bukan saja di dunia.

Benarlah bahwa perkataan muslim adalah doa. Doa-doa yang akhirnya Allah wujudkan menjadi nyata. Maka hendaklah tiap muslim menjaga seiap ucap dan lisannya. Perkataan empat pemuda istimewa ini bukan komentar tak jelas arahnya. Bukan pula omong kosong, atau bualan belaka seperti yang dilakukan sebagian pemuda hari ini di saat cangkruk mereka. Kata-kata yang hanya menggambarkan hidup tanpa kejelasan visi disertai kerontangnya ruhiyah, naudzubillah.. Jauh bukan .......???

Merekalah pemuda-pemuda hasil didikan Nabi dengan Quran dan Sunnah.  Mereka tumbuh menjadi pemuda yang berani bercita-cita dan mewujudkan apa yang mereka inginkan. Dengan keimanan yang menghujam, yakin seutuhnya atas izin dan pertolongan Allah.

Benarlah pula bahwa salah satu fungsi sejarah adalah motivasi. Tidakkah ini memotivasi kita? Renungkan! Siapapun punya kesempatan istimewa.
Siapalah Abdullah bin Zubair? Sehingga kemudian ia bercita-cita ingin menjadi khalifah. Ia bukan dari keluarga istana (meski keluarganya adalah keluarga sahabat Nabi yang mulia). Namun ia tetap berani bercita-cita, dan yang terpenting berani untuk berusaha meraihnya.

Maka, kitapun berhak berharap ! Bercita-cita ! menancapakan asa yang tinggi lagi agung mari bercita setinggi langit, tapi ia harus siap untuk memperjuangkannya sekuat tenaga. 

Mari bercita-cita . Biarkan pijar semangat meraihnya terus berkobar dan menyinari setiap langkah kita. Jangan biarkan sampai padam,  Mari semaksimal mungkin dalam upaya menjadi hamba Allah yang mulia, sholih, dan berilmu. Sampai suatu hari kita akan menyaksikan hadits Nabi “bekerja”, 

“Bekerjalah kalian! setiap kalian akan dimudahkan menuju takdirnya masing-masing.”


editing,-

@ari farouq

Gresik, 30 | 03 |15

2 komentar :

  1. Allahu akbar, siapa orang ynag punya asa maka ia akan punya tujuan hidup lebih jelas dan ter arah

    BalasHapus