Rabu, 21 Januari 2015

“KONSEP PEMERINTAHAN UMAR BIN ABDUL AZIZ DALAM WUJUDKAN KESEJAHTERAAN ”





Dosen Pengampuh :
Drs. M. Ikhsan Abadi ME,i
Penyusun :


SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAH
SBI SURABAYA
PROGRAM PENDIDIKAN EKONOMI SYARIAH
2014









DAFTAR ISI

Halaman cover
Kata pengantar..............................................................................................................         i
Daftar isi ......................................................................................................................         ii
Bab 1 pendahuluan
Latar belakang ......................................................................................................         1
Rumusan masalah ..................................................................................................        2
Bab II peembahasan
      A. Biografi Umar bin Abdul Aziz ..........................................................................       3
      B. Kebijakan dan Keteladanan Umar Bin Abdul Aziz ............................................      4
      C. Kebijakan Politik dan Ekonomi Umar Bin Abdul Aziz .....................................      5
      D. Umar Bin Abdul Aziz Pemimpin Amanah .........................................................      6
Bab III penutup
Kesimpulan..............................................................................................................      8
Daftar pusataka................................................................................................................      9






BAB I
Pendahuluan
A.1 Latar belakang
Membaca sejarah peradaban islam maka kita akan di suguhi hal-hal yang menakjubkan, yang mungkin saat ini tidak bisa kita lihat dan rasakan. Termasuk dalam hal keteladanan dan keadilan kepemimpinan. Mungkin dari ribuan kisah peradaban emas islam salah satunya adalah kisah kepemimpinan umar bin abdul aziz, kisah yang tidak asing lagi di telinga kita sebagai umat islam, karena sudah sering kali guru, maupun ustadz kita menceritakan kisah keteladanan umar bin abdul aziz. Kisah yang sungguh abadi hingga saat ini , yang menjadi pelajaran mahal bag kita dan bangsa ini. Bagaimana tidak Umar bin adul aziz yang menjadi pemimpin ( khalifah ) tidak lebih dari 3 tahun mampu berprestasi dan mentorehkan sejarah emas uamt islam, in terbukti ketika beliau menjadi khalifah tidak ada satupun dari warga dan masyarakat saat itu yg mau menrima zakat karena merka sudah merasa cukup. Sungguh kisah yang hampir tidak kita temukan saat ini.
Dari keteladanan Khalifah Umar bin abdul aziz banyak pelajarna mahal yang semestinya menjadi bahan renugan kita. Tak cukup dari itu , tentunya kita berharap dan dengan sekuat tenega menghadirkan sosok –sosok seperti Umar bin abdul aziz di tengah-tenga kehidupan kita sat ini yang tak karuahan. Tentu ini bukanlah sesuatu yang manjadi khayalan semata. Bagaiman keteladanan beliu dalam berkeluarga, bermasayarakat mapun ketika menjadi pejabatnegara. Ketika umar mamapu membawa perubahan di tengah-tengah masyarakat ke arah yang jauh lebih baik, seharusnya muncul pertanyaan bagaimana itu mamapu kita wujudkan dan kit ahadirkan di peradaban saat ini.
Pemabahassan Umar bin abdul aziz tentunya tidak bisa kita pisahkan dengan konsep dan sistem yang beliau terapkan. Karena dua hal ini saling berkaitan dan tidak bisa di pisahkan untuk mewujudkan kesejahteraan dan keberkahan di masyarakat. yaitu anatara amanah nya seorang pemimpin dan sistem yang di terpakan.
Sejarah peradaban islam akan banyak sekalai memberi kita pelajaran dan cara pandang yang beda khas tentang kehidupan dan mengatur kehidupan. Karna sistem yang baik tidaklah lahir dari kebetulan tapi ini sebuah konsep yang utuh dan mendalam.








Rumusan Masalah

1. Siapa Umar Bin Abdul Aziz
2. Sistem pemerintahan umar bin abdul aziz
3. Kebijakan umar  bin abdul aziz dalam wujudkan kesejahteraan masyarakat
4. Bagaimana upaya mengahdirkan sosok Umar Bin Abdul Aziz di zaman ini.























BAB II
Pembahasan


1. A.  Biografi Umar Bin Abdul Aziz

Umar Bin Abdul Aziz Lahir di Hulwan, sebuah desa di Mesir, tahun 61 H saat ayahnya menjadi gubernur di daerah itu. Ibunya, Ummu ‘Ashim, putri ‘Ashim Umar bin Khaththab. Jadi, Umar bin Abdul Aziz adalah cicit Umar bin Khaththab dari garis ibu. Umar bin Abdul Aziz dibesarkan di lingkungan istana. Keluarganya, seperti keluarga raja-raja Dinasti Umayyah lainnya, memiliki kekayaan berimpah yang berasal dari tunjangan yang diberikan raja kepada keluarga dekatnya. Perkebunan miliknya menghasilkan 50.000 dinar per tahun.
Meski demikian, orangtuanya tak tidak lupa memberi pendidikan agama. Sejak kecil Umar sudah hafal Al-Qur’an. Ayahandanya mengirim Umar ke Madinah untuk berguru kepada Ubaidillah bin Abdullah. Inilah salah satu titik balik dalam hidup Umar bin Abdul Aziz.
Ia kini dikenal sebagai orang saleh dan meninggalkan gaya hidup suka berfoya-foya. Bahkan, Zaid bin Aslam berkata, “Saya tidak pernah melakukan shalat di belakang seorang imam pun yang hampir sama shalatnya dengan shalat Rasulullah daripada anak muda ini, yaitu Umar bin Abdul Aziz. Dia sempurna dalam melakukan ruku’ dan sujud, serta meringankan saat berdiri dan duduk.” (Zaid bin Aslam dari Anas).
Madinah bukan hanya membuat Umar bin Abdul Aziz saleh, tapi juga memberi perspektif tentang prinsip-prinsip dasar peradaban Islam di masa Rasulullah dan Khulafaur Rasyidin. Umar memiliki pandangan yang berbeda dengan Bani Umayyah tentang sistem kekhalifahan yang diwariskan secara turun temurun.
Ketika ayahandanya meninggal, Khalifah Abdul Malik bin Marwan meminta Umar bin Abdul Aziz datang ke Damaskus untuk dinikahkan dengan anaknya, Fathimah. Abdul Malik wafat dan kekhalifahan diwariskan kepada Al-Walid bin Abdul Malik. Di tahun 86 H, Khalifah baru mengangkat Umar bin Abdul Aziz menjadi Gubernur Madinah. Namun, pada tahun 93 H Khalifah Al-Walid memberhentikannya karena kebijakan Umar tidak sejalan dengan kebijakannya.
Di tahun 99 H, ketika berusia 37 tahun, Umar bin Abdul Aziz diangkat sebagai Khalifah berdasarkan surat wasiat Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik. Saat diumumkan sebagai pengganti Sulaiman bin Abdul Malik, Umar berkata, ”Demi Allah, sesungguhnya saya tidak pernah memohon perkara ini kepada Allah satu kali pun.”







B. Kebijakan dan Keteladanan Umar Bin Abdul Aziz

Naiknya Umar sebagai Amirul Mukminin.
Pada hari itu seluruh umat Islam berkumpul di dalam masjid dalam keadaan bertanya-tanya, siapa khalifah mereka yang baru. Raja’ Ibn Haiwah mengumumkan, "Bangunlah wahai Umar bin Abdul-Aziz, sesungguhnya nama engkaulah yang tertulis dalam surat ini".
Umar bin Abdul-Aziz bangkit seraya berkata, "Wahai manusia, sesungguhnya jabatan ini diberikan kepadaku tanpa bermusyawarah dahulu denganku dan tanpa pernah aku memintanya, sesungguhnya aku mencabut bai’ah yang ada dileher kamu dan pilihlah siapa yang kalian kehendaki".
Umat tetap menghendaki Umar sebagai khalifah dan Umar menerima dengan hati yang berat, hati yang takut kepada Allah dan tangisan. Segala keistimewaan sebagai khalifah ditolak dan Umar pulang ke rumah.
Ketika pulang ke rumah, Umar berfikir tentang tugas baru untuk memerintah seluruh daerah Islam yang luas dalam kelelahan setelah mengurus jenazah Khalifah Sulaiman bin Abdul-Malik. Ia berniat untuk tidur. Pada saat itulah anaknya yang berusia 15 tahun, Abdul-Malik masuk melihat ayahnya dan berkata, "Apakah yang sedang engkau lakukan wahai Amirul Mukminin?"
Umar menjawab, "Wahai anakku, ayahmu letih mengurusi jenazah bapak saudaramu dan ayahmu tidak pernah merasakan keletihan seperti ini".
"Jadi apa engkau akan buat wahai ayah?", Tanya anaknya ingin tahu.
Umar membalas, "Ayah akan tidur sebentar hingga masuk waktu zuhur, kemudian ayah akan keluar untuk salat bersama rakyat".
Apa pula kata anaknya apabila mengetahui ayahnya Amirul Mukminin yang baru “Ayah, siapa pula yang menjamin ayah masih hidup sehingga waktu zuhur nanti sedangkan sekarang adalah tanggungjawab Amirul Mukminin mengembalikan hak-hak orang yang dizalimi” Umar ibn Abdul Aziz terus terbangun dan membatalkan niat untuk tidur, beliau memanggil anaknya mendekati beliau, mengucup kedua belah mata anaknya sambil berkata “Segala puji bagi Allah yang mengeluarkan dari keturunanku, orang yang menolong aku di atas agamaku”

Setelah menjadi khalifah, beliau mengubah beberapa perkara yang lebih mirip kepada sistem feodal. Di antara perubahan awal yang dilakukannya ialah :
a. menghapuskan cacian terhadap Saidina Ali b Abu Thalib dan keluarganya yang disebut dalam khutbah-khutbah Jumaat dan digantikan dengan beberapa potongan ayat suci al-Quran
b. merampas kembali harta-harta yang disalahgunakan oleh keluarga Khalifah dan mengembalikannya ke Baitulmal
c. memecat pegawai-pegawai yang tidak cekap, menyalahgunakan kuasa dan pegawai yang tidak layak yang dilantik atas pengaruh keluarga Khalifah
d. menghapuskan pegawai pribadi bagi Khalifah sebagaimana yang diamalkan oleh Khalifah terdahulu. Ini membolehkan beliau bebas bergaul dengan rakyat jelata tanpa sekatan tidak seperti khalifah dahulu yang mempunyai pengawal pribadi dan askar-askar yang mengawal istana yang menyebabkan rakyat sukar berjumpa.

C. Kebijakan Politik dan Ekonomi Umar Bin Abdul Aziz

Setelah melakukan berbagai kebijakan dengan membersihkan pejabat-pejabat yang korupsi dan memikirkan kepentingan dirinya sendiri maka Dalam rangka pemulihan dari terpaan badai krisis ekonomi yang melanda negeri kala itu, sebagai imbas dari sistem yang tidak berkeadilan dari para penjabat pendahulunya, maka langkah yang diambil Umar adalah berupa bentuk penghematan anggaran dalam pemberian fasilitas pejabat negara dan juga penghematan dalam perayaan peringatan hari besar keagamaan dan kenegaraan. Umar menyadari bahwa kebijakan pengelolaan anggaran merupakan bagian dari kebijakan fiskal yang terpenting selain pajak.
Penyusunan anggaran yang efisien sangat penting karena keterkaitannya dengan berbagai sektor perekonomian. Kontribusinya yang besar tidak hanya dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga dalam pengurangan penduduk miskin dan menciptakan stabilitas ekonomi serta meningkatkan pendapatan per kapita. Dengan kata lain, tujuan dari adanya penghematan di dalam pengelolaan anggaran adalah menopang tujuan pokok dari setiap pemerintahan Islam berupa kesejehateraan bagi seluruh warga negera.
Kesejahteraan umat menjadi kata kunci dalam penentuan kebijakan ekonomi Umar, sehingga dalam mengatasi berbagai persoalan dalam bidang ekonomi, kesejahteraan menjadi tujuan. Dengan demikian, kebijakan ekonomi Umar terlihat tidak terlalu kaku dan tekstual, tapi justru berupaya untuk mengejewantahkan nilai-nilai Islami dalam menghadapi realitas dan kenyataan.
Fleksibilitas kebijakan ekonomi Umar bin Abdul Aziz sangat terlihat ketika mencabut kewajiban kharaj dan jizyah bagi orang-orang non-muslim, menurutnya bahwa nabi diutus ke dunia bukan untuk mencari harta dan mencari pajak, namun justru mengislamkannya. Tetapi kemudian setelah melihat realita, bahwa terjadi tekanan ekonomi yang sangat serius, maka Umar mengeluarkan dekrit untuk kembali ke kebijakan lama, yaitu kebijakan yang dikeluarkan oleh Umar ibn Khaththab, ‘Kebijakan Ekonomi di Sawad,’ dengan memberlakukan kembali penerapan jizyah dan kharaj bagi petani dan tuan tanah kafir dzimmi  untuk keselamatan jiwa dan tanah mereka.
Akan tetapi di kemudian hari banyak kafir dzimmi yang masuk Islam hanya karena menghindari kharaj. Akibatnya, negara mengalami instabilitas ekonomi yang kuat. Dalam rangka menanggulangi masalah tersebut, setelah bermusyawarah dengan para ekonom dan ulama, maka Umar mengeluarkan dekrit, bahwa Muslim yang selama ini menikmati hasil tanah diwajibkan membayar pajak sebagai tanah ushur. Dan mulai pada tahun 100 H, dilarang memperjualbelikan tanah. Dengan demikian, keputusan ini menyebutkan bahwa apabila seorang muslim betul-betul masuk Islam, ia harus membiarkan sawahnya digarap oleh petani tetangga non-Islam, dia diberi gaji pensiun tiap bulan oleh negara atau ia boleh menggarap sawah sendiri, tapi ia harus membayar kharaj.
Pengalokasian subsidi ke masyarakat yang berdaya beli rendah sebagai tujuan distribusi zakat, terus ditingkatkan pada masanya. Umar menyadari bahwa zakat merupakan sebuah instrumen pertumbuhan ekonomi dan pemerataan pembangunan (growth and equity). Dari sinilah terlihat konsep ekonomi Umar yang tidak harus diartikan sebagai berlakunya prinsip equal treatment (perlakuan sama), tetapi ada orang yang tidak mampu perlu memperoleh bantuan yang berbeda (partial treatment). Sehingga bantuan kepada masyarakat miskin dan jaminan hidup layak yang berkecukupan kepada mereka, sangat diprioritaskan.
Begitulah Umar bin Abdul Aziz menerapkan semua kebijakan ekonomi dalam waktu yang relatif singkat, hanya membutuhkan waktu dua tahun setengah. Namun Sejarah telah mencatatnya sebagai orang brilian yang mampu mengubah keadaan terpuruk menjadi haluan berperadaban. Dan ini terbukti ketika pada waktu itu tidak ada orang yang mau menerima zakat , ini membuktikan danmengambarkan bagaiman kesejahteraan di massa itu.
D. Umar Bin Abdul Aziz Pemimpin Amanah
 Sudah sangat di kenal di kalangan muslim akan kepemimpinan khalifah Umar bin abdul aziz yang amanah dan penuh ibrah. Tentu ini perlu kita gali bagaimana kepemimpinan beliau. Sebab khalifah Umar bin Abdul Aziz adalah seorang pejabat yang memiliki visi dan karakter kenegarawanan. Yakni, seorang pejabat yang:
Pertama, memiliki pandangan hidup yang mendasar, yakni pemikiran yang menyeluruh tentang kehidupan, manusia, dan alam semesta, sehingga dia paham bahwa hidup bukanlah semata hari ini, saat dia bergelimang kekuasaan, tapi juga nanti saat dia ditanya tentang seluruh perbuatannya tatkala dia berkuasa. Lihatlah ucapan beliau kepada sang istri: 'Engkau tahu, aku telah diserahi urusan seluruh umat ini, yang berkulit putih maupun hitam, lalu aku ingat akan orang yang terasing, peminta-minta yang merendah, orang kehilangan, orang-orang fakir yang sangat membu-tuhkan, tawanan yang tertekan jiwanya dan lain sebagainya di berbagai tempat di bumi ini. Dan aku tahu persis, Allah SWT pasti akan menanyaiku tentang mereka, dan Muhammad saw akan membantahku dalam masalah mereka (jika aku mangkir); karena itulah aku takut akan diriku sendiri”.  Beliau tidak berkata : “Ayo kamu minta apa saja pasti kukabulkan, karena sekarang aku menjadi orang nomor satu di Negara ini!”.
Kiranya beliau yang juga dikenal sebagai pejabat yang memiliki ilmusiyasah syar'iyyah faham betul bagaimana mengimplementasikan sabda Nabi: “Seorang Imam yang diberi amanat memimpin manusia adalah laksa penggembala dan dia akan dimintai pertanggungjawaban akan rakyat yang dipimpinnya”.
Kedua, memiliki pandangan hidup yang jelas bagaimana mewujudkan kebahagiaan yang nyata, yakni melakukan sesuatu yang menyebabkan Allah SWT penguasa alam semesta dan penguasa hari kiamat meridoinya. Dari ungkapan beliau r.a. kepada sang istri di atas jelas bahwa perhatian beliau adalah bagaimana menjalankan tanggung jawab-nya sebagai penguasa agar mendaptkan ridlo Allah dan terhindar dari murka Allah SWT. Bukan seperti para penguasa muslim hari ini yang hanya sekedar berdoa: Allahumma ini as aluka ridloka wal jannah wa a'udzubika min skhotika wan naar (Ya Allah aku mohon ridlo-Mu dan surga-Mu dan aku berlindung dari murka-Mu daqn neraka-Mu) sementara kebijakan yang dibuatnya justru me-ngantarkannya kepada murka Allah dan menjauhi ridlo-Nya.  
Ketiga, memiliki pengetahuan dan pemahaman peradaban yang mengangkat kehidupan rakyat yang dengan peradaban tersebut mereka memiliki kondisi kehidupan yang lebih baik, memiliki taraf berfikir yang lebih tinggi disertai nilai-nilai luhur dan ketentraman abadi. Dari ungkapan beliau kepada sang istri di atas tampak jelas bahwa memiliki visi dan misi negarawan yang mengangkat derajat kaum dhuafa dan para tawanan agar mendapatkan kebebasan dan terpenuhi kecukupan kebutuhan hidup mereka sehingga perasaan mereka aman dan hati mereka menjadi tentram.  
Dengan visi dan misi kenegarawan tersebut Khalifah Umar bin Abdul Aziz mengambil berbagai kebijakan yang pro rakyat. Antara lain beliau memberikan gaji kepada para hakim (qadli) lebih tinggi daripada para pegawai yang lain, yakni sekitar 400 dinar atau sekitar 200 juta per tahun. Ini diberikan agar qadli menjalan-kan tugasnya dengan adil dan dilandasi ketaqwaan sehingga tidak mudah dibeli oleh orang-orang yang hendak berlaku curang dalam perkara. Beliau juga melarang para pejabat dan gubernur melakukan bisnis. Sebab bisnis penguasa itu akan menimbulkan fasad atau kerusakan jiwa bagi yang bersangkutan dan akan menimbulkan kehancuran (mahlakat) bagi rakyat. Sebab penguasa akan melakukan monopoli dan memak-sakan harganya kepada rakyat demi penumpukan modal bagi dirinya.
Mengangkat pejabat tanpa menghi-raukan ada orang yang sejatinya lebih layak menjabat --hanya karena menda-patkan suara terbanyak akibat dukungan kampanye yang menakjubkan dan berbagai tipudaya sebagaimana yang terjadi dalam pilpres dan pilkada ala sistem demokrasi-- hanyalah sebuah pengkhianatan yang menyakitkan umat. Fakta menunjukkan tak ada satu contohpun dari hasil pilihan demokratis yang mampu berkiprah sebagai pejabat tulen seperti khalifah Umar bin Abdul Aziz atau para khalifah yang lain yang memiliki sifat kenegarawanan sejati.
Sistem pemerintahan Islam yang diterapkan sejak masa Nabi dan sahabat-nya hingga masa-masa kekuatan daulah Utsmaniyyah merupakan lahan subur dari tumbuhnya para negarawan, baik mereka memegang tampuk pemerintahan seperti Khalifah Umar bin al Khaththab, Khalifah Ali bin Abi Thalib, Khalifah Umar bin Abdul Aziz, Khalifah Mu'tashim Billah, Sultan Shalahuwsadin Al Ayyubi, Sultan Sulaiman Al Qanuni, maupun yang tidak memegang tampuk pemerintahan seperti Abu Dzar Al Ghifari, Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Ibnu Taimiyyah, dan para ulama lainnya.
Hari ini para penguasa yang seolah-olah merupakan pilihan hati rakyat terbukti banyak menyakiti hati rakyat karena kebijakan mereka yang tidak pro raykat, malah pro kepada kaum kapitalis asing yang menjajah negeri-negeri kaum muslimin.
Masa sekarang inilah masa fitnah karena kaum muslimin miskin pemimpin yang memiliki visi kenegarawanan. Mereka tidak lebih seperti yang digambarkan oleh Rasulullah SAW : ”Akan datang kepada kalian tahun-tahun tipu daya. Pada waktu itu pendus-ta di benarkan sedangkan orang yang benar didustakan. Pengkhianat diper-caya sedangkan yang amanah dianggap khianat.  Pada saat itu akan berbicara ar ruwaibidloh”. Ditanyakan apakah ar ruwaibidloh? Nabi Menjawab: ”Orang-orang yang bodoh tentang urusan publik”. Akan kondisi fitnah ini terus berlang-ung?


BAB III
PENUTUPAN

a. Kesimpulan

Demikian itulah keadaan peradaban Islam pada masa khalifah Umar bin Abdul Aziz yang penuh dengan kebijakan-kebijakan yang dapat mensejahterakan rakyat. Beliau adalah khalifah yang dianggap datang tepat pada waktunya. Umar bin Abdul Aziz merupakan seorang khalifah yang dilahirkan oleh orang-orang yang memang mempunyai sifat mulia yang akhirnya bisa diturunkan pada khalifah tersebutu ini.
Pada waktu terpilihnya beliau menjadi khalifah sebagai pengganti khalifah sebelumnyapun sudah menunjukan bahwa beliau sebenarnya tidak menginginkan jabatan yang amat berat itu. Tetapi karena rasa tanggung jawabnya dan kebijakan-kebijakan serta sifat-sifat yang mulialah beliau mampu mensejahterakan rakyatnya pada masa itu. Diantara keijakan-kebijakannya pada pemerintahannya yaitu beliau menempatkan orang-orang yang sesuai pada jabatan-jabatan penting. Karena beliau lebih memperhatikan kebijakan dalam negerilah yang akhirnya membuat pemerintahannya lebih menonjol.
Dan yang terpenting adalah bagaimana upaya kita menghadirkan sosok umar bin abdul Aziz di tengah peradaban saat ini yang gagal dan penuh kekacauan. Dengan berjuang mewujudkanya di tengah-tengah kehidupan kita. Tentunya butuh semangat dan keistiqomahan dalam berjuang.
Peradaban Islam telah mmeberi gamabarn jelas aan kejayaan dan yang mampu melahirkan generasi emas yang menerangi bumi dan segala isinya dengan kemuliaan islam.







Daftar Pustaka.

www.islampos.com
www.cahayasiroh.com
www.parentingnabawiyah.com

6 komentar :

  1. bagi teman2 yang mau makalah yang lebih lengkap tentang Khalifah Umar bin Abdul Aziz bisa inbox facebook sya, terimaksaih :)

    BalasHapus
  2. Makasih ya. Makalahnya lengkap banget
    Muttaqin

    BalasHapus
  3. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  4. Izin copy yaa ,. Makasih makalahnya

    BalasHapus