Rabu, 11 Oktober 2017



Oleh : Ari Farouq (Ketua Gema Pembebasan Surabaya)
“Langit semakin suram oleh aroma busuk kedzhaliman
Sedang bumi kering kerontang kehilangan oase keadilan
Rakyat semakin sengsara dalam terpaan sistem durjana
Pejabat makin merajalela dengan kekuasaan yang fana
Sedang para pemagang masa depan sibuk berpesta
Apa yang terjadi ?
Kemana para Mahasiswa?
Kemana suara anak muda dengan kepalan tangannya, Dengan semangat didada dan gagasan dikepala ?
Hilang, mengjihlang, Kini seakan hilang ditelan zaman. Lenyap bagai senja yang dibungkam mendung hitam.”

Sudah 72 tahun bangsa ini memproklamirkan kemerdekaan atas negara penjajah yang telah lebih 3 abad merampas kekayaan bangsa ini. Meski nyatanya tangan-tangan penjajah masih saja mencengkeram dan mengoyak kekayaan alam yang semestinya menjadi hak bagi rakyat. Tidak perlu lagi dengan senjata atau tank-tank perang, maka kini cukup dengan undang-undang yang dibuat dan disahkan oleh para boneka imperialis. Dan anehnya, justru mereka inilah yang merasa paling Pancasilais dan cinta pada negeri. Omong kosong!
Masalah Neoimperialisme dan penguasaan SDA hanyalah segelintir masalah dari krisis multidimensi yang melanda bangsa ini. Sistem ekonomi kapitalistik menghasilkan kemiskinan struktural dan kesenjangan. Begitupun persoalan dalam aspek sosial dan budaya masih menjadi peer yang belum terselesaikan. Setiap hari berbagai kasus yang menimpa remaja Indonesia mulai dari narkoba, miras, tawuran pelajar dan pergaulan bebas. Konflik sosial juga menjadi problem yang masih sulit terselesaikan, bahkan di era digital ini semakin memanas, nyatanya sistem Demokrasi tidak mampu mengakomodir keragaman dan perbedaan yang ada. Di aspek lainya pendidikan dan kesehatan yang harusnya menjadi hak rakyat justru menjadi komoditas yang diperjualbelikan, rakyat miskin masih sulit mengaksesnya.
Dalam konsisi seperti inilah rakyat harusnya sadar dan bergerak melakukan perubahan, namun ternyata kondisi yang sedemikian rusak masih saja tidak membuat sadar sebagian besar rakyat. Kalaupun ada yang sadar hanya sampai dalam angan-anganya, paling jauh hanya memaki dan diceritakan ke teman nongkrong di warung kopi. 
***
Bagi kalangan mahasiswa ini merupakan problem yang harus diperhatikan, meskipun hakikatnya ini adalah tugas dan PR kita semua sebagai rakyat. Namun mahasiswa sebagai entitas yang terdidik, memiliki segala hal yang lebih dibanding dengan masyarakat pada umumnya. Mahasiswa sebagai agent of change harus segera bangun dari tidur panjangnya. Mitos mahasiswa sebagai agent of change jangan sampai malah menjauh dari realita yang ada.
Meskipun tidak bisa dipungkiri kondisi mahasiwa hari ini jauh dari harapan akan perannya di masyarakat. Para mahasiswa disibukkan dengan kehidupanya sendiri, mereka lebih banyak duduk manis di cafe dan jalan-jalan di pusat perbelanjaan. Mereka lebih sering muncul di layar tv sebagai juru keprok, bersorak-sorak meneriakkan nama artis idolanya. Yang dibicarakanpun bukan lagi kondisi bangsa atau nasib rakyat melainkan tentang artis idola,  trend atau mode pakaian terbaru dan gaya glamor lainya. Gaya hidup hedonis ini juga telah merambah ke dalam ruang-ruang kampus, baik negeri maupun swasta. Mahasiswa lupa menyadari perannya sebagai agen perubahan sosial. Tidak ada lagi yang berani lantang melawan kediktatoran rezim ini.
Mungkin mahasiswa sudah terlena dalam zona nyaman, kuliah, nongkrong, bersolek ala artis. Sehingga mahasiswa seperti berada di menara gading. Tak heran, suara-suara masyarakat yang tertindas oleh sistem hanya terdengar sayup-sayup sampai ke telinganya.
Inilah keberhasilan sistem hari ini, mampu mendesain para pemuda dan mahasiswa yang Individualis, apatis dan apolitis.
Hal ini semakin diperparah dengan kondisi kampus yang seolah berganti fungsi menjadi sebuah pabrik yang memproduksi mahasiswa sebagai komoditi layak jual. Mereka dituntut harus lulus tepat waktu. Kampus sebagai pabrik yang merupakan perpanjangtanganan pasar, berusaha mencetak komoditi yang dibutuhkan pasar. Mencetak mahasiswa agar sesuai dengan kebutuhan konsumen. Maka mahasiswa dituntut dengan IPK tinggi dan lulus cepat yang menjadi salah satu kriteria utama untuk menentukan kualitas produk kampus tersebut. Miris memang, namun seperti inilah realitasnya.
Melihat kehidupan mahasiswa yang seperti ini, tanpa sadar telah terlupakan peran-peran besar mahasiswa yang pernah direkam sejarah sebelumnya. Dan sebenarnya para cendekia muda ini pun secara latah menerobos norma-norma intelektualitas.

***
Masihkah ada harapan bagi gerakan mahasiswa untuk kembali memainkan perannya?
Yang dibutuhkan hari ini adalah membangkitkan kembali kesadaran mahasiswa, membangunkan intelektual muda dari tidur panjangnya. Inilah saatnya membakar lahan yang telah kering sekian lama. Mahasiswa harus kembali menjadi  garda terdepan sebagai penyambung lidah masyarakat. Tentu melawan dengan sebuah konsep solusi yang sistemtis, karena hanya bermodal semangat hanya akan melahirkan gerakan yang pragmatis yang hanya berkutat pada solusi-solusi parsial, tentu tidak akan menyelesaikan masalah karena problem yang dihadapi bangsa ini merupakan problem multidimensi. Maka saatnya Mahasiswa terus menerus berjalan, mencerna, dan refleksi diri.

Mungkin kita perlu menengok kembali sejarah bangsa ini, atau berbagai peristiwa revolusioner yang selalu diawali dengan gagasan pemudan dan mahasiswa. Sehingga kita mampu memposisikan gerakan mahasiswa sebagaimana mestinya.  Kawan mari kesini kembali berpikir, berdiskusi, kita teriakan perlawanan pada setiap kedzholiman yang terencana, kita ramaikan kembali kampus dengan gagasan-gagasan Revolusioner. Simpan dulu gadget dan pesona merah jambumu. Redam dulu pupularitas dan angan-angan panjangmu. Rakyat menunggu kita, bangsa ini menanti solusi dari kita Mahasiswa. **

Minggu, 17 Juli 2016



Dari Sa’ad bin Abu Waqqash r.a berkata bahwa Umar bin al Khaththab r.a pernah meminta izin untuk bertemu Rasulullah SAW di mana pada waktu itu para wanita Quraisy sedang berbicara dengan beliau dengan suara keras hingga mengalahkan suara beliau.

Ketika mereka mendengar suara Umar, maka para wanita dengan segera mengambil hijab, lalu Rasulullah SAW mengizinkan Umar untuk masuk. Saat Umar masuk, Rasulullah sedang tertawa. Umar bertanya, “Apa yang membuatmu tertawa wahai Rasulullah, bapak dan ibuku sebagai tebusanmu, apa yang membuatmu tertawa?”

Beliau bersabda, “Aku heran terhadap para wanita di sini, tatkala mendengar suaramu, mereka bergegas mengambil hijab.” Umar berkata, “Wahai Rasulullah engkau lebih berhak disegani.” Kemudian Umar berkata, “Wahai kaum wanita kenapa kalian lebih segan terhadapku daripada kepada Rasulullah?” Mereka menjawab, “Karena engkau lebih keras dan lebih garang.”

Maka Rasulullah bersabda,

“Cukup wahai Umar, demi Dzat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, tidaklah setan berpapasan denganmu melainkan memilih jalan selain jalan yang engkau lewati.” (Muttafaqun ‘alaih dan dalam Shahih Muslim dari Abu Hurairah r.a dengan jalan lain).


Dari Buraidah bahwa seorang wanita budak hitam datang menemui Nabi SAW karena beliau sudah kembali dari perang, lalu dia berkata, “Jika engkau disembuhkan oleh Allah saya bernadzar untuk menabuh rebana untukmu.” Beliau bersabda, “Bila kamu mampu melakukan, maka silahkan dan bila tidak mampu, maka jangan kamu lakukan!”

Lalu dia menabuh rebana, pada waktu Abu Bakar masuk dia tetap menabuh rebana, kemudian pada waktu Umar masuk, dia berhenti menabuhnya dan meletakkan rebana di belakangnya sedang dia menutup wajah. Maka Rasulullah SAW bersabda,

“Sesungguhnya setan lari darimu wahai Umar! Ketika saya sedang duduk di sini, kemudian orang-orang ini masuk, dan belum lama sebelum kamu masuk, dia melakukan seperti itu.” (HR. Ahmad)

Dan at-Tirmidzi dengan lafadz hadits, “Saya telah bernadzar bila Allah menakdirkan engkau pulang dengan selamat, maka saya akan menabuh rebana dan bernyanyi di hadapanmu.” Rasulullah berkata, “Bila kamu mampu silahkan menabuhnya, bila tidak, jangan.”

Wanita itu berkata, “Saya telah bernadzar,” maka dia pun menabuh, lalu Abu Bakar masuk, dia tetap menabuh, Ali masuk dia tetap menabuh, Utsman masuk, dia tetap menabuh, kemudian ketika Umar masuk, maka dia meletakkan rebana di bawah dan dia mendudukinya. Maka Rasulullah bersabda,
“Sesungguhnya setan takut terhadapmu wahai Umar! Pada waktu saya sedang duduk, dia (wanita budak) memukul rebana, kemudian Abu Bakar masuk dia tetap menabuh, waktu Utsman masuk, dia tetap menabuh, waktu Ali masuk, dia tetap menabuh kemudian pada waktu kamu masuk wahai Umar, dia meletakkan rebana dan duduk di atasnya.” (HR. At-Tirmidzi, ia berkata bahwa hadits ini adalah hasan shahih gharib).

Sumber: Kitab Menelanjangi Setan, Karya: Al-Imam Ibrahim bin Muhammad bin Muflih al-Maqdisi al-Hanbali, Penerjemah: Zaenal Abidin Syamsudin, Lc., Penerbit: Darul Haq

Selasa, 07 Juni 2016

Hampir setiap orang berkeinginan memiliki banyak uang, menjadi kaya adalah tujuan banyak orang. Sayangnya, meski telah ada orang kaya yang bisa menjadi contoh, namun jarang sekali orang kebanyakan meniru cara para pengusaha tersebut menambah tabungannya. Berikut Gaya menabung ala orang kaya yang bisa kamu tiru.




1. Hati-hati dengan pengeluaran-pengeluaran kecil
Kebanyakan kita biasa berhati-hati bila ingin mengeluarkan uang untuk investasi besar atau pembelian barang yang berharga mahal. Tapi tahukah Anda, ternyata kita cenderung menghabiskan uang kita pada hal-hal yang tampaknya kecil.

Kenapa begitu? membelanjakan uang untuk barang-barang yang murah tapi banyak pada akhirnya akan membuat pengeluaran membengkak. Anda bisa saja mengeluarkan uang sedikit demi sedikit untuk hal remeh. Tapi itu semua pada akhirnya jika di total akan menjadi pengeluaran besar dan mengosongkan dompet Anda.

2. Fokuslah pada masa depan
Sangat mudah menghabiskan uang untuk sesuatu yang kita sukai saja, namun bila tidak di kontrol, pada akhirnya Anda akan membelanjakan semua yang Anda lihat tanpa sadar.

Gantilah kebiasaan Anda dengan fokus menata masa depan dibanding menghabiskan uang yang hanya untuk memenuhi hasrat anda saat ini.

"Anda bisa menjadi muda tanpa uang, tapi Anda tidak akan sampai tua tanpa uang" Tennesee Williams.

3. Jangan beli barang tak penting hanya agar orang terkesan pada Anda
Walaupun kita akan bangga bila orang terkagum-kagum pada sesuatu yang kita miliki, kita harus membuat batasan pada diri sendiri. Anda harus membeli barang yang memang Anda butuhkan tapi jangan beli karena ingin dikagumi.

Ingat, masih ada langit diatas langit. Anda beli barang mahal agar orang terkesan, masih banyak lagi barang yang lebih mahal dari yang sanggup Anda beli. Intinya, belilah sesuai kebutuhan dan kemampuan.

"Berhenti membeli barang yang tidak Anda butuhkan, hanya untuk membuat terkesan pada orang yang mungkin malah tidak Anda sukai" Suze Orman

4. Catatlah pengeluaran Anda
Ada begitu banyak pengeluaran di keseharian kita saat ini yang akan membuat Anda tidak akan memiliki tabungan apapun jika Anda tidak merencanakan anggaran untuk uang Anda. Buatlah catatan pemasukan dan pengeluaran. Orang-orang berduit tahu kemana uang mereka datang dan kemana pergi.

Software pengolah angka seperti Miscrosoft Excel dapat menolong Anda membuat catatan keuangan.

"Membuat catatan Anggaran memberitahu uang Anda ke mana harus pergi, bukannya bertanya-tanya ke mana ia pergi." - John C. Maxwell

5. Bekerja Keras
Tidak seperti persepsi kebanyakan orang yang menganggap orang kaya hanya tahu senang-senang dan selalu menikmati hidupnya, kenyataannya mereka bekerja lebih keras dibanding orang lain, setidaknya pada masa produktif mereka. Maka cobalah untuk meningkatkan pendapatan Anda, dan ketika pendapatan Anda meningkat, Tabung uang Anda dalam jumlah besar daripada sebelumnya.

"Aku suka bisnis dan kenyataannya uang ku lebih banyak yang ku tabung daripada ku belanjakan. Aku berinvestasi. Aku melihat setiap kesempatan dan bekerja lebih keras dari siapa pun" Sofia Vergara.

6. Tabung pendapatan Anda dalam jumlah besar
Sekali lagi, kita mengira orang-orang kaya selalu berfoya-foya dengan uangnya. Tapi sebenarnya tidak begitu. Inilah yang membuat mereka tetap kaya.

Pendapatan mereka selalu di tabung dengan porsi besar. Jadi, bila pendapatan Anda sudah lumayan, tabung lah sebagian besar pendapatan Anda. Ini akan menjamin Anda tidak akan kekurangan uang saat membutuhkannya suatu saat nanti.

"Simpan sepertiga dari pendapatan Anda, hidup dengan sepertiganya dan sedekahkan sepertiga sisanya" Angelina Jolie.

7. Belilah dengan penawaran dan harga terbaik
Sama seperti kita, orang-orang berada sangat suka mendapatkan nilai tertinggi dari uangnya. Mereka selalu mencoba mencari nilai lebih dengan memburu barang murah, harga promosi atau harga diskon.

"Kenapa harus membayar lebih mahal kalau bisa membeli dengan harga lebih murah?" Sarah Michelle Gellar.

8. Investasikan Tabungan Anda dengan bijak
Kita biasanya mengabaikan hal-hal kecil tapi nyatanya dari hal kecil ini bisa mendapatkan sesuatu yang besar. Bila kita punya uang lebih untuk berinvestasi, mulailah dari yang kecil, walaupun memang modal yang besar akan berpeluang mendapatkan laba besar. Intinya, jika Anda menginvestasikan uang anda dengan benar, Anda akan kagum pada hasilnya suatu saat nanti.

9. Berlatih Rumus Sang Jutawan
Kebanyakan dari kita akan menabung setelah semua keperluan kita telah terpenuhi. Orang kaya ternyata sebaliknya, kita menyebut ini sebagai Rumus Sang Jutawan.

Begini caranya: Setelah menerima penghasilan, sisihkan beberapa persen untuk sedekah, dan juga beberapa persen untuk investasi masa depan Anda. Lalu, belanjakanlah sisanya untuk penghidupan sehari-hari.

"Jangan menabung dari sisa uang belanja Anda, tapi belanjalah dari sisa uang setelah Anda menabung" Warren Buffet.

10. Tutup kebocoran
Orang kaya tidak pernah mau membayar biaya yang tak semestinya. Mereka selalu jeli untuk melihat biaya dan harga yang bisa dihindari.

"Berhati-hatilah terhadap pengeluaran kecil; kebocoran kecil mampu menenggelamkan kapal." Benjamin Franklin.(tipsiana/vaa)

Senin, 23 Mei 2016


Oleh : Ari Farouq (Ketua Gerakan Mahasiswa Pembebasan Surabaya)

Terhitung hampir dua dekade sudah Reformasi berjalan di Indonesia. Tepat 18 tahun perayaan sebuah perjuangan panjang yang dipelopori oleh mahasiswa yang berhasil menumbangkan rezim otoriter yang telah berkuasa 32 tahun. Reformasi tadinya menjadi sebuah harapan dengan model baru penerapan demokrasi yang lebih melibatkan peran rakyat dalam menentukan pejabat pemerintahan dari tingkat kota sampai tingkat Negara. Namun, dapat kita lihat bahwa ide keterlibatan rakyat tersebut tidak diiringi dengan konsepsi kriteria calon yang seharusnya diusung rakyat serta perbaikan sistem yang akan dijalankan. Sehingga pertanyaan besarnya adalah, akankah reformasi membuka lembaran baru bagi kesejahteraan  indonesia ?

Dari berbagai aspek kita bisa melihat bahwa kondisi indonesia saat ini tidak jauh berubah dengan kondisi sebelum Reformasi, artinya tidak ada perubahan dan kemajuan yang signifikan yang terjadi. Karena dari awal memang Reformasi digulirkan hanya sebatas bagaimana bisa menumbangkan rezim Soeharto saja, Reformasi tidak memikiran siapa orang yang ideal yang menjadi pengganti Soeharto dan sistem apa yang paling ideal untuk bisa membawa indonesia menuju kesejahteraan yang hakiki.

Kondisi indonesia bisa dilihat dari berbagai aspek. Misal dari aspek politik, korupsi masih menjadi permasalahan yang sampai saat ini masih belum terselesaikan. Seperti halnya data dari Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2015. sebanyak 550 kasus korupsi pada tahap penyidikan yang ditangani Aparat Penegak Hukum (APH) dengan total tersangka sebanyak 1.124. Adapun total potensi kerugian negara dari seluruh kasus tersebut sebesar Rp 3,1 Triliun dan nilai suap sebesar Rp 450,5 Miliar.

Dari ranah sosial, beberapa waktu belakangan ini kita di hebohkan dengan kasus pelecehan seksual. Diawali dengan kasus yang menimpa yuyun gadis 14 tahun yang diperkosa lalu dibunuh oleh 14 pemuda.  Setelah kasus itu mencuat ke publik, kasus-kasus yang serupa seakan tidak ada hentinya.

Dari Aspek Ekonomi, Korporasi asing masih mendominasi pengelolaan SDA (Sumber Daya Alam) di Indoenesia. Data menunjukkan Sedikitnya 95% kegiatan investasi mineral dikuasai dua perusahaan AS yaitu PT Freeport Mc Moran, dan PT Newmont Corporation. Sebanyak 85% ekplotasi minyak dan gas dikuasasi oleh asing, 48% migas dikuasai Chevron. Sebanyak 75-80% ekploitasi batubara dikuasai perusahaan asing. 65%-70 % perkebunan dikuasai asing. Sebanyak 65% perbankkan dikuasai asing. Sebanyak 100 persen mineral diekspor, 85 persen gas diekspor, 75 persen hasil perkebunan diekspor, untuk kebutuhan industri negara-negara maju. (Surampaet, 2013)


Kemana Arah Perjuangan Mahasiswa ?

Reformasi telah berlalu, mahasiswa yang dulu berteriak lantang menyuarakan perubahan, saat ini mereka berada di dalam gedung yang dulu mereka duduki bersama ratusan ribu Mahasiswa. Mereka yang dulu berteriak dengan begitu lantang dengan balutan warna warni almamater saat ini seakan diam, mereka berubah menjadi ciut seolah lupa dengan apa yang mereka teriakan di jalanan 18 tahun lalu. Mereka sekarang Duduk dikursi empuk dan mobil mewah, menjadikan mereka tak lebih dari sekedar preman-preman berdasi yang engan turun merasakan penderitaan rakyat  seperti 18 tahun silam. Inikah buah aksi 18 tahun lalu ?

Mahasiswa sebagai agen perubahan mempunyai peran yang sangat strategis, kita bisa melihat setiap perubahan politik dan sosial yang terjadi di Indonesia bahkan berawal dari gerak mahasiswa. Tidak hanya itu mahasiswa merupakan penyalur aspirasi rakyat, mereka merupakan cadangan kekuatan dimasa depan, kontrol sosial menjadi fungsi mahasiswa seutuhnya yang tidak bia dipungkiri.

Namun sayangnya hari ini gaung pergerakan mahasiswa sudah mengalami kemunduran, diskusi-diskusi intellektual sudah jarang ditemukan di kampus-kampus. mahasiswa yang mestinya menjadi agen perubahan sudah tenggelam dalam glamoritas dunia modern. Alih-alih memperbaiki kondisi masyarakat, modernitas malah membuat mahasiswa semakin jauh dari nilai-nilai yang harusnya mereka emban. Realita yang terjadi tentang kondisi politik dan refleksi gerakan mahasiswa membawa kita kepada sebuah kesimpulan bahwasannya tantangan mahasiswa saat ini dituntut bukan hanya mampu turun dijalan namun, menyiapkan kajian dan gagasan strategis yang substansial dalam melakukan kritik membangun terhadap pemerintahan. 

Untuk menentukan arah perjuangan Mahasiswa sangat terkait dengan dua hal penting. pertama bagaimana mahasiswa memahami kondisi faktual bangsa kita secara menyeluruh (politik, ekonomi, sosial, budaya dan sebagainya). Yang Kedua Kondisi ideal sepeti apa yang di cita-citakan. Secara faktual kita bisa melihat bagaimana bangsa kita mengalami krisis multidimensi dan fakta ini tidak bisa dipungkiri oleh siapapun. Sejatinya persoalan yang melanda indonesia tidak hanya sekdar rezim yang berkuasa tapi sistem pemerintahan yang diterapakan, karena indonesia sudah berganti presiden 7 kali namun perubahan ke arah kesejahteraan nampakmya jauh dari harapan. Bahkan sudah berbagai model, karakter dan latar belakang Presiden memimpin, mulai dari kalangan militer, intellektual, tokoh agama, hingga masyarakat sipil, namun hasilnya tidak jauh berbeda. 

Demokrasi yang diterapkan di indonesia merupakan akar masalah, demokrasi yang mempunyai asas sekulerisme (Memisahkan agama dari kehidupan) menjadikan kedaulatan berada ditangan manusia.

Saatnya Mahasiswa menjadikan islam sebagai Mainstream Perjuangan
Memahami kondisi ideal sangat penting untuk menentukan arah perjuangan, karena tanpa memahami kondisi ideal yang di cita-citakan maka menjadikan pergerakan Mahasiswa tidak punya arah dan. Lalu kondisi ideal seperti apa yang kita cita-citakan ? apakah hanya sekedar perubahan yang bersifat fisik saja tapi dari segi rukhiyah atau aspek sosial rusak? Apakah perubahan yang hanya bersifat tambal sulam saja. Atau perubahan yang dimaksud adalah perubahan yang fundemental (mendasar) dan substansial berupa peruabaan yang sifatnya medasar.

Kalau kita memahami aturan kehidupan (ideologi) didunia, maka hanya ada 3 idologi besar yang eksis. Yaitu Kapitalis, sosialis komunis, dan islam. Dan  setiap pergerakan mahasiswa akan membawa idelogi khas yang mempengaruhi arah perjuanganya. Lalu pertanyaanya dari ketiga ideologi yang ada antara Kapitalisme, sosialisme atau islam mana yang dijadikan sebagai arah perjuangan oleh mahasiswa. apakah kita akan bertahan terus dalam kondisi seperti ini, di jajah oleh sistem kapitalis yang bobrok dan membawa kerusakan di semua lini kehidupan, atau kita memilih sosialisme / komunisme yang sudah sekian lama mati dan terbukti juga gagal, atau kita akan mengambil mabda islam sebagai arah perjuangan kita, menjadikanya sebagai aturan dalam kehidupan.

Islam merupakan mabda (ideologi) yang komprehensif yang mengatur semua aspek kehidupan, yang apabila diterapkan akan membawa kebaikan (rahmat) bagi semesta alam, Rahmat yang bermakna menghadirkan manfaat dan kemaslahatan (jalban lil’manafiq amil masolih) dan mencegah dari kemungkaran (daf’an alil mafasik). Kemaslahatan islam yang bermakna terpelliharanya 8  hal. terpeliharanya agama, terpelliharanya akal, terpelliharanya jiwa, terpelliharanya harta, terpelliharanya keturunan, terpelliharanya kehormatan, terpelliharanya keamanan, terpelliharanya negara.

Secara historis islam juga telah terbukti mampu mengatur hampir ¾ dunia selama lebih dari 1300 tahun dengan memberikan kebaikan untuk manusia, baik Muslim maupun non-Muslim. dan menjadi mercusuar peradaban dunia kala itu. Abu Yusuf di dalam kitab Al-Kharâj meriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. pernah bertemu dengan orang Yahudi ahludz-dzimmah yang sudah renta sedang meminta-minta dari pintu ke pintu. Lalu Khalifah Umar ra. berkata kepada dia, “Apa yang membuat Anda melakukan apa yang saya lihat ini?” Orangtua itu menjawab, “(Untuk membayar) jizyah dan memenuhi kebutuhan.” Khalifah Umar ra. lalu berkata kepada dia, “Kami tidak berlaku adil kepada Anda. Dulu kami mengambil jizyah dari Anda pada saat Anda muda, tetapi kemudian kami menelantarkan Anda saat Anda tua.” Kemudian Khalifah Umar ra. membawa orang tua itu ke rumahnya dan memberi dia apa saja yang dapat memenuhi kebutuhannya. Selanjutnya Khalifah Umar ra. mengirim dia kepada pengurus Baitul Mal dan memerintahkan pengurus Baitul Mal agar menggugurkan jizyah dari orang tua itu sekaligus memberi dia harta dari Baitul Mal.

Maka patutlah para Mahsiswa menjadikan islam sebgai mainstream perjuangan. mendakwahkanya dan menjadikan diskusi-diskusi intellektual dikampus hingga islam bisa terwujud sebagi aturan dalam kehidupan.
Wallahu a’lam bi asshowab

Selasa, 22 Maret 2016


MAKALAH“IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PERBANKAN SYARIAH”


 Dosen Pengampuh :Dr. Ari Prasetyo, SE, MsiPenyusun :Slamet Arianto (201246291171)SEKOLAH TINGGI ILMU SYARIAHSBI SURABAYAPROGRAM PENDIDIKAN EKONOMI SYARIAH2015






KATA PENGANTAR


Bismillahirrohmaanirrohim,

Segala puji kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah serta inayah-Nya, sehingga kami ( penyusun ) dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan sebaik mungkin tanpa ada halangan. Shalawat beserta salam semoga tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita nabi Muhammad SAW kepada keluarga, para sahabatnya serta para pengikutnya sampai akhir zaman yang senantiasa mengikuti risalah beliau.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah yang berjudul “IMPLEMENTASI AKAD MURABAHAH DALAM PERBANKAN SYARIAH”. Masih banyak kekurangan yang perlu di perbaiki, hal ini terjadi karena semata-mata karena keterbatasan pengetahuan penulis. Oleh karena itu penulis dalam kesempatan ini kepada siapa saja untuk memberikan saran atau kritikan yang membangun sehingga penulis bisa memperbaiki makalah ini menjadi sempurna.
Dan tak lupa kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan berkontribusi dalam menyelesaikan makalah ini, atas bantuan dan dukungannya penulis berharap semoga Allah SWT membalasnya dengan ganjaran yang setimpal, aamiin.
Semoga makalah yang sederhana ini dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan bagi pembaca pada umumnya. Selanjutnya segala kesalahan dan kekeliruan dalam makalah ini sepenuhnya tanggung jawab penulis.


PENULIS,

Surabaya, 9 Januari 2015








DFTAR ISI

Halaman cover
Kata pengantar ............................................................................................................         i
Daftar isi .....................................................................................................................         ii
Bab 1 pendahuluan
Latar belakang ...............................................................................................         1
Rumusan masalah ...........................................................................................       3
Tujuan Penelitian ............................................................................................       3
Manfaat Penelitian ..........................................................................................       3
Bab II pembahasan
A. Landasan Teori  ...............................................................................       4
B. Landasan Syariah Murabahah ......................................................................      7
C. Rukun dan Syarat Murabahah .....................................................................      8
D. Konsep Murabahah dalam Perbankan Syariah ............................................      8
E. Aplikasi Akad Murabahah di Perbankan Syariah ........................................      10
F. Penggunaan Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah .....................      15
G. Keuntungan dan manfaat Pembiayaan Murabahah ..................................      16
Bab III penutup
Kesimpulan ...................................................................................................        18
Daftar pusataka ............................................................................................        19



BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dewasa ini lembaga keuangan yang berlabel syari’ah berkembang dalam skala besar dengan menawarkan produk-produknya yang beraneka ragam. Namun Banyak masyarakat yang masih bingung dengan istilah-istilah syariah tersebut dan masih ragu apakah benar semua produk tersebut adalah benar-benar jauh dari pelanggaran syariat Islam ataukah hanya rekayasa semata. Melihat banyaknya pertanyaan seputar ini maka dalam makalah ini penulis akan membahas salah satu produk tersebut dalam konsep perbankan syariah. Salah satu dari produk tersebut adalah Murabahah.
Di antara begitu banyaknya akad Murabahah adalah salah satu dari bentuk akad jual beli yang telah banyak dikembangkan sebagai sandaran pokok dalam pembiayaan modal kerja dan investasi dalam perbankan syariah yang memiliki prospek keuntungan yang cukup menjanjikan. Karena keuntungan yang menjanjikan itulah Sehingga semua atau hampir semua lembaga keuangan syariah menjadikannya sebagai produk financing dalam pengembangan modal mereka.
Di samping itu Bank Syariah yang merupakan salah satu aplikasi dari sistem ekonomi syariah Islam dalam mewujudkan nilai-nilai dan ajaran Islam yang mengatur bidang perekonomian umat yang tidak terpisahkan dari aspek-aspek ajaran Islam yang komprehensif dan universal. Komprehensif berarti ajaran Islam merangkum seluruh aspek kehidupan, baik ritual maupun sosial kemasyarakatan termasuk bidang ekonomi, universal bermakna bahwa syariah Islam dapat diterapkan dalam setiap waktu dan tempat tanpa memandang perbedaan ras, suku, golongan, dan agama sesuai prinsip Islam sebagai “rahmatan lil alamin”. Bank Syariah yaitu bank yang beroperasi sesuai dengan prinsip-prinsip syariah Islam yang mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang ada dalam Al-Qur’an dan Hadist.
Adapun pengertian dari prinsip syariah sebagaimana disebut dalam Pasal 1 angka 13 UU Nomor 10 Tahun 1998 tentang perubahan atas UU Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan menyebutkan sebagai berikut: Prinsip Syariah adalah aturan Hukum Islam antara Bank dengan Pihak lain untuk penyimpanan dana dan atau kegiatan usaha atau kegiatan lainnya yang dinyatakan dengan syariah, antara lain Pembiayaan berdasarkan prinsip bagi hasil
Perbankan Syariah di samping melakukan penghimpunan dana dari masyarakat, perbankan syariah juga melakukan kegiatan usaha penyaluran dana kepada masyarakat berdasarkan prinsip syariah baik Bank umum Syariah maupun Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dapat melakukan kegiatan usaha penyaluran dana perbankan kepada masyarakat berdasarkan prinsip syariah.
 Penyaluran dana kepada masyarakat tersebut dilakukan berupa pembiayaan dengan mempergunakan prinsip jual beli, bagi hasil, sewa menyewa dan pinjam meminjam. Dengan demikian, produk pembiayaan syariah tersebut sesuai dengan penggunaannya menurut undang-undang Perbankan Syariah UU No.21/2008 pasal 1 ayat 25 dinyatakan:
“ Pembiayaan adalah penyediaan dana atau tagihan yang di persamakan dengan itu berupa :
a. Transaksi bagi hasil dalam bentuk Mudharabah dan Musyarakah.
b. Transaksi sewa menyewa dalam bentuk Ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah Muntahiya bittamlik. 
c. Transaksi jual beli dalam bentuk piutang Murabahah, Salam, dan Istishna.
d. Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang Qardh dan
e. Transaksi sewa menyewa jasa dalam bentuk Ijarah untuk transaksi Multijasa berdasarkan persetujuan atau kesepakatan antara Bank Syariah dan atau Unit-Unit Syariah dan pihak lain yang mewajibkan pihak yang dibiayai dan atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan Ujrah, tanpa imbalan atau bagi hasil.













B.  Rumusan Masalah.
Dari latar belakang diatas ada beberapa hal yang penting untuk dibahas, yaitu:
1. Apa pengertian akad Murabahah ?
2. Apa landasan dan dalal akad Murabahah ?
3. Apa saja yang menjadi rukun dan syarat Murabahah ?
4. Bagaimanakah konsep Murabahah dalam perbankan syariah ?
5. Bagaimana implementasi akad perbankan syariah ?

C. Tujuan Penulisan Makalah.
Dari rumusan masalah diatas, penulis memiliki tujuan yang ingin dicapai yaitu:
1. Untuk mengetahui pengertian dari Murabahah.
2. Untuk mengetahui dalil yang menjadi landasan Murabahah.
3. Untuk mengetahui rukun dan syarat Murabahah.
4. Untuk mengetahui konsep Murabahah dalam perbankan syariah.
5. Untuk mengetahui implementasi akad perbankan syariah.











BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Murabahah

Kata Murabahah diambil dari bahasa Arab dari kata ar-ribhu (الرِبْØ­ُ) yang berarti kelebihan dan tambahan (keuntungan). Sedangkan menurut istilah Murabahah adalah salah satu bentuk jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam pengertian lain Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli. Pembayaran atas akad jual beli Murabahah dapat dilakukan secara tunai maupun kredit. Hal inilah yang membedakan Murabahah dengan jual beli lainnya adalah penjual harus memberitahukan kepada pembeli harga barang pokok yang dijualnya serta jumlah keuntungan yang diperoleh.
Sedangkan dalam istilah fiqih Islam Murabahah yang berarti suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang, meliputi harga barang dan biaya-biaya lain yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut, dan tingkat keuntungan (margin) yang diinginkan.
Murabahah dalam istilah fikih klasik merupakan suatu bentuk jual beli tertentu ketika penjual menyatakan biaya perolehan barang (al-tsaman al-awwal) dan tingkat keuntungan yang diinginkan. Biaya perolehan barang bisa meliputi harga barang dan  biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh barang tersebut. Sedangkan tingkat keuntungan bisa berbetuk lumpsum atau persentase tertentu dari biaya perolehan. Pembayaran oleh pembeli bisa dilakukan secara tunai (naqdan) atau bisa dilakukan di kemudian hari dalam bentuk angsuran (taqshîth) atau dalam bentuk sekaligus (lump  sum/mu‘ajjal) sesuai kesepakatan para pihak yang melakukan akad (al-‘âqidain).
Murabahah masuk kategori jual beli muthlaq dan jual beli amânat. Ia disebut  jual beli muthlaq karena obyek akadnya adalah barang (ain) dan uang (dain). Sedangkan ia termasuk kategori jual beli amânat karena dalam proses transaksinya  penjual diharuskan dengan jujur menyampaikan harga perolehan (al-tsaman al-awwal) dan keuntungan yang diambil ketika akad.
Para ulama telah sepakat (ijmâ’) akan kebolehan akad murabahah, tetapi Alquran tidak pernah secara langsung dan tersurat membicarakan tentang murabahah, walaupun di dalamnya ada sejumlah acuan tentang jual beli dan perdagangan. Demikian  juga tampaknya tidak ada satu hadis pun yang secara spesifik membicarakan mengenai murabahah. Oleh karena itu, meskipun Imam Malik dan Imam Syafii membolehkan jual beli murabahah, tetapi keduanya tidak mempekuat pendapatnya dengan satu hadis pun. Sedangkan dasar hukum yang dijadikan sandaran kebolehan jual beli murabahah di  buku-buku fikih muamalat kotemporer lebih bersifat umum karena menyangkut jual beli atau perdagangan pada umumnya. Namun demikian, menurut al-Kasani jual beli murabahah telah diwariskan dari generasi ke generasi sepanjang masa dan tidak ada seorang pun yang mengingkarinya. Di samping itu, keberadaan model jual beli murabahah sangat dibutuhkan masyarakat karena ada sebagian mereka ketika akan membeli barang tidak mengetahui kualitasnya maka ia membutuhkan pertolongan kepada yang mengetahuinya, kemudian pihak yang dimintai pertolongan tersebut membelikan barang yang dikehendaki dan menjualnya dengan keharusan menyebutkan harga perolehan (harga beli) barang dengan ditambah keuntungan (ribh).
Sebagai bagian dari jual beli, murabahah memiliki rukun dan syarat yang tidak  berbeda dengan jual beli (al-bai’) pada umumnya.Namun demikian, ada beberapa ketentuan khusus yang menjadi syarat keabsahan jual beli murabahah yaitu:

a.Adanya kejelasan informasi mengenai besarnya modal awal (harga  perolehan/pembelian). semuanya harus diketahui oleh pembeli saat akad; dan ini merupakan salah satu syarat sah murabahah
b. Adanya keharusan menjelaskan keuntungan (ribh) yang ambil penjual karena keuntungan merupakan bagian dari harga (tsaman). Sementara keharusan mengetahui harga barang merupakan syarat sah jual beli pada umumnya.
c. Jual beli murabahah harus dilakukan atas barang yang telah dimiliki/hak kepemilikan telah berada di tangan penjual. Artinya bahwa keuntungan dan resiko  barang tersebut ada pada penjual sebagai konsekuensi dari kepemilikan yang timbul dari akad yang sah.
d. Transaksi pertama (antara penjual dan pembeli pertama) haruslah sah, jika tidak sah maka tidak boleh jual beli secara murabahah (antara pembeli pertama yang menjadi penjual kedua dengan pembeli murabahah), karena murabahah adalah jual beli dengan harga pertama disertai tambahan keuntungan.
e. Hendaknya akad yang dilakukan terhindar dari praktik riba, baik akad yang pertama (antara penjual dalam murabahah sebagai pembeli dengan penjual barang) maupun  pada akad yang kedua antara penjual dan pembeli dalam akad murabahah.

            Pengertian saling menguntungkan disini dapat dipahami, bahwa keuntungan itu adalah bagi pihak pertama, yaitu yang meminta pembelian dan keuntungan bagi pihak kedua (yang mengembalikan). Keuntungan bagi pihak pertama adalah terpenuhi kebutuhannya, dan keuntungan bagi pihak kedua adalah tambahan keuntungan yang ia ambil berdasarkan kesepakatan dengan pihak pertama. Saling menguntungkan, ini harus berlandaskan pada adanya kerelaan kedua belah pihak terhadap jual beli yang mereka lakukan.

Secara istilah banyak defenisi yang diberikan para ulama terhadap pengertian murabahah. Akan tetapi diantara defenisi-defenisi tersebut mempunyai suatu pemahaman yang sama. Dibawah ini peneliti memuat beberapa defenisi tentang murabahah menurut pendapat para ekonom muslim dan juga sebagian ulama, yaitu :
1. Muhammad Syafi’i Antonio, murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan tambahan keuntungan yang disepakati. Dalam murabahah, penjual harus memberitahu harga pokok yang ia beli dan menentukan tingkat keuntungan yang disepakati.
2. Menurut Adiwarman A. Karim, murabahah (al- ba’ bi tsaman ajil) lebih dikenal sebagai murabahah saja. Murabahah yang berasal dari kata ribhu (keuntungan), adalah transaksi jual beli dimana Bank menyebutkan jumlah keuntungan yang diperoleh. Bank bertindak sebagai penjual, sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan (margin).
3. Sunarto Zulkifli, Bai’ al-murabahah adalah prinsip bai’ (jual beli) dimana harga jualnya terdiri dari harga pokok barang ditambah nilai keuntungan (ribhun) yang disepakati. Pada murabahah, penyerahan barang dilakukan pada saat transaksi sementara pembayarannya dilakukan secara tangguh atau cicilan.
4. Karnain Perwataatmadja, murabahah berarti barang dengan pembayaran ditangguhkan (1 bulan, 3 bulan, 1 tahun dst). Pembiayaan murabahah adalah pembiayaan yang memberikan kepada nasabah dalam rangka pemenuhan kebutuhan produksi. Pembiayaan mirip dengan kredit modal kerja yang bisa diberikan oleh bank-bank konvensional, dan karena pembiayaan murabahah berjangka waktu dibawah 1 tahun (short run finacing).
5. Sutan Remy Sjaddini, murabahah adalah jasa pembiayaan dengan mengambil bentuk transaksi jual beli dengan cicilan. Pada perjanjian murabahah atau mark-up, bank membiayai pembelian barang atau asset yang dibutuhkan oleh nasabahnya dengan membeli barang itu dari pemasok barang dan kemungkinan menjual kepada nasabah tersebut dengan menambahkan mark-up untung.
6. Yusak Laksmana, murabahah adalah pembiayaan jual beli dimana penyerahan barang dilakukan diawal akad. Bank menetapkan harga jual barang itu harga pokok perolehan barang ditambah sejumlah margin keuntungan bank. harga jual yang telah disepakati diawal akad tidak boleh berubah selama jangka waktu tertentu.
7. Ibnu Rusyd, didalam kitabnya Bidaayatul Al-Mujtahid Wa Al-Nihaayatu Al-Muqtasid, murabahah adalah penjual menyebutkan harga barang yang dibeli kepada pembeli, yang kemudian disyaratkan kepadanya keuntungan dari barang tersebut, baik dalam bentuk dirham maupun dinar. Lebih lanjut dijelaskan Ibnu Rusyd bahwa bentuk jual beli barang dengan tambahan harga atas harga dasar pembelian, berlandaskan sifat kejujuran.
8. Imam Syafi’i didalam kitabnya al-Ulum menyebutkan murabahah ini dengan istilah al-Amir Bi al-Syara’ adalah pembelian barang yang dilakukan oleh orang yang diminati untuk membeli secara tunai oleh orang yang memesan barang untuk kemudian orang yang memesan atau meminta pembelian itu membayar secara angsuran atau cicilan kepada yang diminati.
Dari beberapa pengertian yang dikemukakan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa murabahah adalah akad jual beli barang dimana Bank sebagai penjual sementara, nasabah sebagai pembeli dengan memberitahukan harga beli dari pemasok dan biaya-biaya lainnya serta menetapkan keuntungan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak.   
Dari sudut pandang fiqih, murabahah merupakan akad jual beli atas barang tertentu, dimana penjual menyebutkan harga dasar pembelian barang kepada pembeli, kemudian penjual tersebut mensyaratkan keuntungan atas harga dasar pembelian.

B. Landasan Syari’ah Akad Murabahah
1. Al-Qur’an
Firman Allah QS. An-Nissa’ : 29

Artinya :
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”
Firman Allah QS. Al-Baqarah : 275


Artinya :
“..................Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.”

2. Al-Hadits
Dari Abu Sa'id Al-Khudri bahwa Rasullulah Saw bersabda:

“Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka.” (HR. al-Baihaqi, Ibnu Majah dan Shahi menurut Ibnu Hibban)

Dari Suhaib  ar-Rumi r.a bahwa Rasulullah Saw bersabda:
“Tiga hal yang didalamnya terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah), dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah, bukan untuk dijual.” (HR. Ibnu Majah)

C. Rukun dan Syarat Murabahah

Rukun Murabahah yaitu :
a.Transaktor (pihak yang bertransaksi).
b.Obyek murabahah.
c.Ijab dan kabul.

Syarat Murabahah yaitu :
a. Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah.
b. Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan.
c. Kontrak harus bebas riba.
d. Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian.
e.Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya: jika pembelian dilakukan secara utang. Jadi di sini terlihat adanya unsur keterbukaan.
Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d) dan (e) tidak dipenuhi, pembeli memiliki pilihan :

a) Melanjutkan pilihan seperti apa adanya.
b) Kembali kepada penjual dan menyatakan ketidaksetujuan atas barang yang dijual.
c) Membatalkan kontrak.

D. Konsep Murabahah dalam Perbankan Syari’ah

1. Pengertian dan Makna
Dalam daftar istilah himpunan fatwa DSN (Dewan Syariah Nasional) dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan murabahah adalah menjual suatu barang dengan menegaskan harga belinya kepada pembeli dan pembeli membayarnya dengan harga yang lebih sebagai laba.
Murabahah merupakan bagian terpenting dari jual beli dan prinsip akad ini mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dalam Islam, jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama umat manusia yang diridhai oleh Allah Swt.
Jual beli Murabahah yang dilakukan lembaga keuangan syariah dikenal dengan nama-nama sebagai berikut:

1) al-Murabahah lil Aamir bi Asy-Syira’.
2) al-Murabahah lil Wa’id bi Asy-Syira’.
3) Bai’ al-Muwa’adah.
4) al-Murabahah al-Mashrafiyah.
5) al-Muwaa’adah ‘Ala al-Murabahah.
Sedangkan di negara Indonesia dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP).

2.Manfaat dan resiko Murabahah kepada Perbankan Syariah
Sesuai dengan sifat bisnis (tijarah), transaksi Murabahah memiliki beberapa manfaat, demikian juga resiko yang harus diantisipasi.
Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah. Selain itu, sistem Murabahah juga sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Diantara resiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut :

a. Default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
b. Fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
c. Penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila bank telah menandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
d. Dijual; karena Murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah bebas melakukan apapun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika demikian, resiko untuk default akan besar.

Secara umum, aplikasi perbankan dari Murabahah dapat digambarkan dalam skema berikut ini :
1. Ada tiga pihak yang terkait yaitu:
a. Pemohon atau pemesan barang dan ia adalah pembeli barang dari lembaga keuangan.
b. Penjual barang kepada lembaga keuangan.
c. Lembaga keuangan yang memberi barang sekaligus penjual barang kepada pemohon atau pemesan barang.

2. Ada dua akad transaksi yaitu:
a. Akad dari penjual barang kepada lembaga keuangan.
b. Akad dari lembaga keuangan kepada pihak yang minta dibelikan (pemohon).
3. Ada tiga janji yaitu:
a. Janji dari lembaga keuangan untuk membeli barang.
b. Janji mengikat dari lembaga keuangan untuk membali barang untuk pemohon.
c. Janji mengikat dari pemohon (nasabah) untuk membeli barang tersebut dari lembaga keuangan.

E. Aplikasi Akad Murabahah di Perbankan Syariah
Di Indonesia, aplikasi jual beli murabahah pada perbankan syariah di dasarkan  pada Keputusan Fatwa Dewan Syariah Nasional (DSN) Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Peraturan Bank Indonesia (PBI). Menurut keputusan fatwa DSN Nomor 04/DSN-MUI/IV/2000 ketentuan murabahah pada perbankan syariah adalah sebagai berikut:

a. Bank dan nasabah harus melakukan akad murabahah yang bebas riba.
b. Barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.
c. Bank membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya.
d. Bank membeli barang yang diperlukan nasabah atas nama bank sendiri, dan  pembelian ini harus sah dan bebas riba.
e. Bank harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya  jika pembelian dilakukan secara hutang.
f. Bank kemudian menjual barang tersebut kepada nasabah (pemesan) dengan harga  jual senilai harga beli plus keuntungannya. Dalam kaitan ini Bank harus memberitahu secara jujur harga pokok barang kepada nasabah berikut biaya yang diperlukan.
g. Nasabah membayar harga barang yang telah disepakati tersebut pada jangka waktu tertentu yang telah disepakati.
h. Untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan atau kerusakan akad tersebut, pihak  bank dapat mengadakan perjanjian khusus dengan nasabah.
i. Jika bank hendak mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank.
Selain itu, ketentuan pelaksanaan pembiayaan murabahah di perbankan syariah diatur berdasarkan Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 9/19/PBI/2007 jo Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008, sebagai berikut:

a. Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksiMurabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli  barang;
b. Barang adalah obyek jual beli yang diketahui secara jelas kuantitas, kualitas, harga  perolehan dan spesifikasinya;
c. Bank wajib menjelaskan kepada nasabah mengenai karakteristik produk Pembiayaan atas dasar Akad Murabahah, serta hak dan kewajiban nasabah sebagaimana diatur dalam ketentuan Bank Indonesia mengenai transparansi informasi produk Bank dan penggunaan data pribadi nasabah;
d. Bank wajib melakukan analisis atas permohonan Pembiayaan atas dasar Akad Murabahah dari nasabah yang antara lain meliputi aspek personal berupa analisa atas karakter (Character ) dan/atau aspek usaha antara lain meliputi analisa kapasitas usaha (Capacity), keuangan (Capital), dan/atau prospek usaha (Condition)
e. Bank dapat membiayai sebagian atau seluruh harga pembelian barang yang telah disepakati kualifikasinya;
f. Bank wajib menyediakan dana untuk merealisasikan penyediaan barang yang dipesan nasabah;
g. Kesepakatan atas marjin ditentukan hanya satu kali pada awal Pembiayaan atas dasar Murabahah dan tidak berubah selama periode Pembiayaan
h. Bank dan nasabah wajib menuangkan kesepakatan dalam bentuk perjanjian tertulis  berupa Akad Pembiayaan atas dasar Murabahah; dan
i. Jangka waktu pembayaran harga barang oleh nasabah kepada Bank ditentukan  berdasarkan kesepakatan Bank dan nasabah.
Atas dasar peraturan yang berkaitan dengan murabahah baik yang bersumber dari fatwa DSN maupun PBI, perbankan syariah melaksanakan pembiayaan murabahah.  Namun demikian, dalam praktiknya tidak ada keseragaman model penerapan pembiayaan murabahah karena beberapa faktor yang melatarbelakanginya. Ada beberapa tipe penerapan murabahah dalam praktik perbankan syariah yang kesemuanya dapat dibagi menjadi tiga kategori besar, yaitu:


1. Tipe Pertama
Tipe pertama penerapan murabahah adalah tipe konsisten terhadap fiqih muamalah. Dalam tipe ini bank membeli dahulu barang yang akan dibeli oleh nasabah setelah ada perjanjian sebelumnya. Setelah barang dibeli atas nama bank kemudian dijual ke nasabah dengan harga perolehan ditambah margin keuntungan sesuai kesepakatan. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh  baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh. Untuk lebih jelasnya penerapan murabah tipe pertama dapat dilihat pada alur gambar berikut ini:

2. Tipe Kedua
Tipe kedua mirip dengan tipe yang pertama, tapi perpindahan kepemilikan langsung dari supplier kepada nasabah, sedangkan pembayaran dilakukan bank langsung kepada penjual pertama/supplier. Nasabah selaku pembeli akhir menerima  barang setelah sebelumnya melakukan perjanjian murabahahdengan bank. Pembelian dapat dilakukan secara tunai (cash), atau tangguh baik berupa angsuran atau sekaligus pada waktu tertentu. Pada umumnya nasabah membayar secara tangguh. Transaksi ini lebih dekat dengan murabahah yang asli, tapi rawan dari masalah legal. Dalam beberapa kasus ditemukan adanya klaim nasabah bahwa mereka tidak berhutang kepada bank, tapi kepada pihak ketiga yang mengirimkan  barang. Meskipun nasabah telah menandatangani perjanjian murabahah dengan  bank, perjanjian ini kurang memiliki kekuatan hukum karena tidak ada tanda bukti  bahwa nasabah menerima uang dari bank sebagai bukti pinjaman/hutang. Untuk mengindari kejadian seperti itu maka ketika bank syariah dan nasabah telah menyetujui untuk melakukan transaksi murabahah maka bank akan mentransfer  pembayaran barang ke rekening nasabah (numpang lewat) kemudian didebet dengan persetujuan nasabah untuk ditranfer ke rekening supplier. Dengan cara seperti ini maka ada bukti bahwa dana pernah ditranfer ke rekening nasabah. Namun demikian, dari perspektif syariah model murabahah seperti ini tetap saja  berpeluang melanggar ketentuan syariah jika pihak bank sebagai pembeli pertama tidak pernah menerima barang (qabdh) atas namanya tetapi langsung atas nama nasabah. Karena dalam prinsip syariah akad jual beli murabahah harus dilakukan setelah barang, secara prinsip, menjadi milik bank . Untuk lebih jelasnya penerapan murabah tipe kedua ini lihat alur gambar berikut ini:

3. Tipe Ketiga
Tipe ini yang paling banyak dipraktekkan oleh bank syariah. Bank melakukan  perjajian Murabahah dengan nasabah, dan pada saat yang sama mewakilkan (akad wakalah) kepada nasabah untuk membeli sendiri barang yang akan dibelinya. Dana lalu dikredit ke rekening nasabah dan nasabah menandatangi tanda terima uang. Tanda terima uang ini menjadi dasar bagi bank untuk menghindari klaim bahwa nasabah tidak berhutang kepada bank karena tidak menerima uang sebagai sarana  pinjaman. Tipe kedua ini bisa menyalahi ketentuan syariah jika bank mewakilkan kepada nasabah untuk membeli barang dari pihak ketiga, sementara akad jual beli murabahah telah dilakukan sebelum barang, secara prinsip, menjadi milik bank. Untuk lebih jelasnya penerapan murabah tipe ketia ini lihat alur gambar berikut ini:

Berbagai tipe praktek jual beli murabahah di atas dilatar belakangi motivasi yang bermacam-macam. Ada kalanya untuk lebih menyederhanakan prosedur sehingga  bank tidak perlu repot-repot membeli barang yang dibutuhkan nasabah tetapi cukup dengan menunjuk atau menghubungi supplier agar menyediakan barang dan langsung mengirimkan ke nasabah sekaligus dengan atas nama nassabah (Tipe II). Atau dengan cara bank langsung memberikan uang ke nasabah kemudian nasabah membeli sendiri  barang yang dibutuhkan dengan melaporkan nota pembelian kepada pihak bank (tipe III). Kedua cara tersebut sering dilakukan perbankan syariah untuk menghindari  pengenaan Pajak Pertambahan Nilai dua kali yang dinilai akan mengurangi nilai kompetitif produk bank syariah dibandingkan bank konvensional yang dikecualikan dari PPN. Ini terjadi karena dalam jual beli murabahah tipe I, di mana bank terlebih dahulu akan membelikan barang yang dibutuhkan nasabah atas nama bank baru kemudian dijual ke nasabah secara murabahah maka akan terjadi perpindahan kepemilikan dua kali, yaitu dari supplair ke bank dan dari bank ke nasabah.
Melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) nomor 9/19/PBI/2007 jo Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS tanggal 17 Maret 2008 yang menghapus keberlakuan PBI Nomor 7/46/PBI/2005 tentang Akad penghimpunan dan Penyaluran dana Bank Yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah, pelaksanaan pembiayaan murabahah semakin menempatkan bank syariah semata-mata lembaga intermediary yang bertindak sebagai penyedia dana bukan pelaku jual beli murabahah. Hal ini ditegaskan dalam teks Surat Edaran BI No. 10/14/DPbS pada point III.3, bahwa ”Bank bertindak sebagai pihak penyedia dana dalam rangka membelikan barang terkait dengan kegiatan transaksi Murabahah dengan nasabah sebagai pihak pembeli barang”. Di lihat dari teks surat edaran ini, jelas ada upaya Bank Indonesia untuk menegaskan bahwa transaksi perbankan syariah yang didasarkan pada prinsip jual beli murabahah tetap merupakan pembiayaan sebagaimana transaksi lainnya yang menggunakan akad mudharabah, musyarakah, salam, istishna, ijarah, dan ijarah muntahiya bit tamlik. 
F. Penggunaan Pembiayaan Murabahah di Perbankan Syariah
Mekanisme pembiayaan murabahah dapat digunakan untuk pengadaan barang, modal kerja, pembangunan rumah dan lain-lain. Berikut ini beberapa contoh aplikasi mekanisme pembiayaan murabahah dalam perbankan syariah:

a. Pengadaan Barang
Transaksi ini dilakukan oleh bank syariah dengan prinsip jual beli murabahah, seperti pengadaan sepeda motor, kulkas, kebutuhan barang untuk investasi untuk pabrik dan sejenisnya. Apabila seorang nasabah menginginkan untuk memiliki sebuah kulkas, ia dapat datang ke bank syariah dan kemudian mengajukan permohonan agar bank membelikannya. Setelah bank syariah meneliti keadaan nasabah dan menganggap  bahwa ia layak untuk mendapatkan pembiayaan untuk pengadaan kulkas, bank kemudiaan membeli kulkas dan menyerahkannya kepada pemohon, yaitu nasabah. Harga kulkas tersebut sebesar Rp. 4.000.000,- dan pihak bank ingin mendapatkan keuntungan sebesar RP. 800.000,-. Jika pembayaran angsuran selama dua tahun, maka nasabah dapat mencicil pembayarannya sebesar Rp. 200.000,- per bulan. Selain memberikan keuntungan kepada bank syariah, nasabah juga dibebani dengan biaya administrasi yang jumlahnya belum ada ketentuannya. Dalam praktiknya biaya ini menjadi pendapatan fee base income bank syariah. Biaya-biaya lain yang diharus ditanggung oleh nasabah adalah biaya asuransi, biaya notaris atau biaya kepada pihak ketiga.

b. Modal Kerja (Modal Kerja Barang)

Penyediaan barang persediaan untuk modal kerja dapat dilakukan dengan prinsip  jual beli murabahah. Akan tetapi, transaksi ini hanya berlaku sekali putus, bukan satu akad dengan pembelian barang berulang-ulang. Sebenarnya, penyediaan modal kerja  berupa uang tidak terlalu tepat menggunakan prinsip jual beli murabahah. Transaksi  pembiayaan modal kerja dalam bentuk barang atau uang lebih tepat menggunakan  prinsip mudharabah (bagi hasil) atau musyarakah (penyertaan modal). Karena, jika  pembiayaan modal kerja dalam bentuk uang menggunakan mekanisme murabahah, maka transaksi ini sama dengan consumer finance (pembiayaan konsumen) dalam bank konvesional yang mengandung usur bunga. Transaksi dalam consumer finance menggunakan pinjam meminjam uang dan dalam murabahah menggunakan transaksi  jual beli.

c. Renovasi Rumah (Pengadaan Material Renovasi Rumah)

Pengadaan material renovasi rumah dapat menggunakan mekanisme jual beli murabahah. Barang-barang yang diperjualbelikan adalah segala bentuk barang yang dibutuhkan untuk renovasi rumah, seperti bata merah, genteng, cat, kayu dan lainlain. Transaksi dalam pembiayaan ini hanya berlaku sekali putus, tidak satu akad dilakukan  berulang-ulang.
Adapun contoh perhitungan pembiayaan murabahah adalah sebagai berikut:
Tuan A, pengusaha toko buku, mengajukan permohonan pembiayaan murabahah (modal kerja) guna pembelian bahan baku kertas, seniali Rp. 100 juta. Setelah dievaluasi bank syariah, usahanya layak dan permohonannya disetujui, maka bank syariah akan mengangkat Tuan A sebagai wakil bank syariah untuk membeli dengan dana dan atas namanya kemudian menjual barang tersebut kembali kepada Tuan A sejumlah Rp 120 juta, dengan jangka waktu 3 bulan dan dibayar lunas pada saat jatuh tempo. Asumsi penetapan harga jual Rp. 120 juta telah dilakukan: (1) Tawar menawar harga jual antara Tuan A dengan bank syariah. (2) Harga jual yang disetujui, tidak akan  berubah selama jangka waktu pembiayaan (dalam hal ini 3 bulan) walaupun dalam masa tersebut terjadi devaluasi, inflasi, maupun perubahan tingkat suku bunga bank konvensional di pasar.

G. Keuntungan dan manfaat Pembiayaan Murabahah
Skema pembiayaan murabahah yang ditawarkan bank syariah mendapat sambutan dan antusiasme yang tinggi dari masyarakat (nasabah), sehingga skema murabahah merupakan transaksi yang paling banyak diminati dan dipraktikkan dalam operasional perbankan syariah. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor, antara lain: faktor tabiat sosiokultur pertumbuhan ekonomi yang menuntut keberhasilan yang cepat dan menghasilkan keuntungan yang banyak, skema murabahah dengan margin keuntungan merupakan praktik alternatif dari transaksi kredit dengan menggunkan  bunga yang biasa dilakukan oleh bank konvensional, sehingga banyak nasabah yang  biasa melakukan transaksi dengan bank konvensional beralih ke bank syariah untuk melakukan transaksi dengan menggunakan skema murabahah.
Di samping itu, transaksi murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah, antara lain adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah dan skema murabahah sangat sederhana. Hal tersebut memudahkan penanganan administrasinya di bank syariah.
Selain beberapa manfaat tersebut, transaksi dengan menggunakan skema murabahah juga mempunyai risiko yang harus diantisipasi antara lain sebagai berikut:

Pertama, default atau kelalaian; nasabah sengaja tidak membayar angsuran.
Kedua, fluktuasi harga komparatif. Ini terjadi bila harga suatu barang di pasar naik setelah bank membelikannya untuk nasabah. Bank tidak bisa mengubah harga jual beli tersebut.
Ketiga, penolakan nasabah; barang yang dikirim bisa saja ditolak oleh nasabah karena berbagai sebab. Bisa jadi karena rusak dalam perjalanan sehingga nasabah tidak mau menerimanya. Karena itu, sebaiknya dilindungi dengan asuransi. Kemungkinan lain karena nasabah merasa spesifikasi barang tersebut berbeda dengan yang ia pesan. Bila  bank telah mendandatangani kontrak pembelian dengan penjualnya, barang tersebut akan menjadi milik bank. Dengan demikian, bank mempunyai resiko untuk menjualnya kepada pihak lain.
Keempat, dijual; karena jual beli murabahah bersifat jual beli dengan utang, maka ketika kontrak ditandatangani, barang itu menjadi milik nasabah. Nasabah  bebas melakukan apa pun terhadap aset miliknya tersebut, termasuk untuk menjualnya. Jika terjadi demikian, risiko untuk default akan besar.


BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :
Murabahah adalah transaksi penjualan barang dengan menyatakan harga perolehan dan keuntungan (margin) yang disepakati oleh penjual dan pembeli.
Dalil yang menjadi landasan murabahah adalah QS. An-Nissa’: 29, Al-Baqarah: 275 dan beberapa hadits Rasulullah Saw.
Rukun dari murabahah ada 3, yaitu adanya Transaktor (pihak yang bertransaksi); Obyek murabahah; dan Ijab dan kabul.
Sedangkan syaratnya adalah Penjual memberitahu biaya modal kepada nasabah; kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang ditetapkan; kontrak harus bebas riba; Penjual harus menjelaskan kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian; dan Penjual harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya: jika pembelian dilakukan secara utang. Jadi di sini terlihat adanya unsur keterbukaan.
Dalam perbankan syariah, murabahah mendominasi pendapatan bank dari produk-produk yang ada di semua bank Islam. Dan di negara Indonesia sendiri dikenal dengan jual beli Murabahah atau Murabahah Kepada Pemesanan Pembelian (KPP); Murabahah memberi banyak manfaat kepada bank syariah. Salah satunya adalah adanya keuntungan yang muncul dari selisih harga beli dari penjual dengan harga jual kepada nasabah.










DAFTAR PUSTAKA

Departemen Agama RI, Alquran dan Terjemahnya. Surabaya : Al-Hidayah, 2002.
Syafi’i Antonio, Muhammad, Bank Syariah dari Teori ke Praktek. Jakarta: Gema Insani Press, 2001.
“Konsep dan aplikasi akad murabahah pada perbankan di Indonesia”. http://fai.ummgl.ac.id/fai-jurnal/STUDI_KRITIS.pdf. 9 Januari 2015.